Sekitar 23 tahun lalu, Dra Iesye Widodo mengandung anaknya yang
pertama. Meski kehamilan pertama, ia tak mau bermanja-manja apalagi
bermalas-malas. Ia tetap aktif memberi les piano klasik -- aktivitas
yang telah ditekuninya
sejak masih menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Kala
itu, Iesye sama sekali tak menyadari bahwa bahwa kegiatan musik yang
ia lakukan itu akan membawa dampak yang sangat besar terhadap
perkembangan kecerdasan anaknya. Ia bilang, si sulung ini sejak kecil
telah menunjukkan
minat baca yang besar. Prestasi belajarnya sejak
SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi selalu memuaskan. Kemampuannya
dalam bidang matematika juga sangat menonjol.
Sebagai ibu, tentu
saja ia bangga akan hal ini. Tapi pada saat yang sama, ia pun
bertanya-tanya: ''Dari mana anak ini memperoleh bakat matematika, sebab
saya sendiri paling tidak menyukai matematika?''
Bertahun-tahun, ia
tak kunjung menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Barulah ketika
mendapat tugas belajar ke Jerman pada tahun 1985 - 1987, ia dapatkan
jawaban itu. Asal tahu saja, Iesye yang kala itu menjabat sebagai
Kepala Poliklinik Psikologi RSAB Harapan Kita, Jakarta mendalami bidang
terapi musik juga bidang diagnostik perkembangan psikologis bayi
sampai dengan usia balita.
Lewat pelatihan di Jerman itulah, ia
mendapat pengetahuan penting bahwa ternyata sudah ada ''proses
belajar'' sejak dalam kandungan. Jadi, rahim ibu lebih menyerupai
''ruang kelas'' dan bukan sekadar ''ruang tunggu'' seperti yang dikira
selama ini.
Janin juga telah bisa mendengar secara jelas pada usia 6
bulan dalam kandungan. Sehingga ia dapat menggerak-gerakkan tubuhnya
sesuai dengan irama nada suara ibunya atau cara ibunya berbicara.
Selain
itu, janin pun mampu untuk belajar sedikit mengenai musik pada usia
empat setengah bulan. Artinya, secara pasti janin dapat bereaksi
terhadap bunyi dan melodi dengan cara berbeda-beda terhadap ritme atau
irama musik.
Misalnya, jika diputarkan lagu dengan irama lembut,
maka janin yang sedang gelisah sekalipun akan merasa tenang atau
rileks. Sebaliknya, jika kita memutar lagu-lagu dengan irama cepat dan
menghentak seperti lagu rock, maka janin yang paling tenang pun akan
menendang-nendang serta aktif bergerak.
Dari pendidikan di Jerman
pula, Iesye mengetahui bahwa janin dalam kandungan sudah memiliki
perasaan, kesadaran dan daya ingat. Dan yang tak kalah pentingnya,
rangsangan suara misalnya musik yang diperdengarkan kepada janin
secara teratur dan terus menerus ternyata mampu memacu kecerdasannya.
''Atas
fakta-fakta ilmiah yang diberikan para ahli dari berbagai disiplin
ilmu itu serta juga didukung oleh pengalaman pribadi saya, maka saya
sangat bahagia apabila mendapat kesempatan berbicara di depan para
calon ayah dan calon ibu mengenai manfaat terapi musik selama kehamilan
dan sesudah melahirkan bagi kecerdasan anak. Saya yakin semua orang
tua mendambakan anak yang sehat jasmani dan cerdas otaknya,'' papar
psikolog berusia 55 tahun ini.
Dan ibu dua anak ini memang tak perlu
susah-susah mencari kesempatan untuk menularkan ilmunya kepada para
calon orang tua. Sebagai koordinator Parent Education Program (PEP) di
RSAB Harapan Kita, setiap hari ia didatangi oleh
puluhan para calon orang tua yang ingin berkonsultasi dengannya.
Menjalin hubungan emosional
Diselenggarakan
sejak tahun 1994, PEP merupakan layanan khusus bagi suami istri yang
akan menjadi orang tua. Tujuannya memberi pendidikan secara lengkap
kepada para ibu yang sedang hamil dan suaminya dalam persiapan
kehamilan
berikut persalinannya. Sejumlah pakar berkumpul di sini. Ada dokter
kebidanan, dokter anak, dokter gigi, psikolog, ahli farmasi, ahli gizi,
ahli fisioterapi, bidan, ahli terapi musik dan pekerja sosial.
Selain
konsultasi, senam hamil, senam nifas, senam irama dan lain-lain,
terapi musik merupakan salah satu program yang banyak diminati. Terapi
musik dimaksudkan untuk membuat rangsangan pada janin sejak dini serta
menjalin
hubungan emosional antara ibu dengan janin yang
dikandungnya. Kata dia, terapi ini dapat diberikan pada usia kandungan 4
bulan atau 16 minggu. Pertimbangannya, karena pada usia kandungan 4
bulan, janin sudah bisa
mendeteksi bunyi-bunyian.
Dan di PEP, program ini menggunakan musik klasik gubahan komponis besar asal Jerman, Wolfgang Amadeus Mozart.
Mengapa
Mozart? ''Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur musik Mozart
sesuai dengan pola sel otak manusia. Musik Mozart begitu bervariasi dan
kaya akan nada-nada dari lembut sampai keras dari lambat sampai
cepat,'' papar
psikolog yang telah bergabung dengan RSAB Harapan Kita sejak 1979 ini.
Lalu, mengapa pula musik terutama musik Mozart bisa membuat otak menjadi lebih cerdas?
Ini,
jelas Iesye, berkait dengan fungsi otak manusia. Seperti diketahui,
otak mulai terbentuk pada awal kehamilan dan berkembang dengan pesat
sampai bayi lahir. Belahan otak kiri merupakan tempat untuk melakukan
fungsi akademik seperti kemampuan berbicara, tata bahasa, daya ingat dan
daya tangkap, logika, angka, analisis dan lain-lain. Sementara belahan
otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif,
perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna,
pengenalan diri dan orang lain, sosialisasi dan pengembangan
kepribadian.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa belahan otak kanan
ada kaitannya dengan musik. Namun pada pelaksanaan terapi musik bagi
ibu hamil, perangsangan atau stimulasi mental (dengan musik atau
cara-cara lain) haruslah mencakup
peningkatan perkembangan dari
kedua belahan otak tersebut. Ini penting agar tercapai keseimbangan
antara fungsi otak kiri dan kanan.
''Keseimbangan ini akan membuat
bayi atau anak kita tumbuh dan berkembang menjadi individu yang utuh,''
jelas wanita yang sejak 1992 lalu dipercaya menjadi Kepala Unit
Rehabilitasi Medik RSAB Harapan Kita.
Keseimbangan otak kiri-kanan
Dalam
kehidupan sehari-hari memang ada orang yang menunjukkan
ketidakseimbangkan fungsi otak kanan dan kirinya. Ada yang fungsi otak
kirinya lebih menonjol. Misalnya, ahli matematika yang tidak suka musik.
Atau ahli bedah yang muak melihat istrinya membaca novel atau membeli
benda-benda seni.
Di sisi lain ada individu yang kemampuan otak
kanannya lebih menonjol. Contohnya, seseorang yang lebih suka melamun,
membuat novel atau menulis lagu sementara ia akan merasa pusing bila
dihadapkan pada angka-angka
matematika atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kemampuan akademik.
Dalam
pelaksanannya, terapi musik sendiri membutuhkan konsentrasi. Selain
itu, para ibu hamil harus berada dalam kondisi serileks mungkin baik
fisik maupun mental. Karena itu idealnya, terapi ini dilakukan di satu
ruangan khusus dan dilakukan di bawah bimbingan ahli.
Di PEP, alunan
musik klasik Mozart diperdengarkan setelah para ibu mencapai tahap
relaksasi. Para ibu hamil yang mengikuti terapi ini tiduran selonjor di
sofa khusus dengan jarak 1,5 meter dari sumber musik. Mereka pun dapat
menikmati alunan musik dengan tenang dan santai. Iesye juga menyarankan
kepada para peserta terapi agar mendengarkan musik dan menyanyi di
rumah secara teratur minimal 10-15 menit setiap hari.
Memang, selain
mendengarkan musik, para ibu hamil juga disarankan untuk menyanyikan
2-3 lagu anak yang syairnya edukatif misalnya lagu Pelangi-pelangi.
''Pada akhir lagu itu kan ada syair 'ciptaan Tuhan.' Jadi sejak janin,
calon anak ini sudah mengenal kata Tuhan.''
Setelah bayi lahir,
disarankan agar ibu terus mendidik anaknya untuk mencintai musik. Akan
lebih bagus lagi bila sejak usia 5 tahun anak diajari memainkan alat
musik. Penelitian menunjukkan, anak yang pandai memainkan alat musik
mempunyai daya kreativitas dan keahlian yang tinggi
0 komentar:
Posting Komentar